Pendidikan Karakter Kristus dalam Keluarga untuk Anak Usia Dini
Oleh
Maria Sondang Hutapea
STT LETS
Pendidikan karakter dalam konteks kekinian sangat penting untuk mengatasi krisis moral yang terjadi pada generasi kini. Diakui atau tidak, saat ini terjadi krisis nyata dan mengkhawatirkan karena telah berimbas kepada anak-anak usia dini. Untuk membangun bangsa yang unggul, maka pendidikan karakter perlu ditanamkan sejak dini. Pendidikan di sekolah maupun di rumah (keluarga) merupakan salah satu wadah atau sumber belajar dalam membentuk karakter anak. Martin Luther King penah berujar, “Pedidikan mempuyai tujuan yang mulia yang melahirkan manusia yang cerdas dan berkarakter kuat.”
Kolose 1:28, “Dialah yang kami beritakan, apabila tiap-tiap orang kami nasihati dan tiap-tiap orang kami ajari dalam segala hikmat, untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus.”
Memiliki sifat ke-Kristusan adalah tujuan akhir dari semua pendidikan karakter. Penanaman nilai-nilai karakter Kristus dimulai dari sejak usia dini. Pendidikan karakter bagi anak-anak usia dini memang menjadi sangat penting sebab ada tantangan yang sangat besar dalam kehidupan zaman ini yang mengancam tumbuh kembang dan nila-nilai kehidupan di masa depan anak. Seiring dengan perkembangan zaman yang kian pesat di bidang teknologi dan informasi serta berdampak pada perkembangan anak-anak. Saat ini bukan pandangan yang asing bila seseorang anak tampak sangat asyik dengan’dunianya sendiri‘, ketika sedang di komputer atau dengan gadgetnya berpetualang di dunia maya bernama internet. Perilaku ini tidak hanya terjadi anak-anak bahkan sering di temui orangtuanya pun melakukan hal yang sama. Bahkan di saat makan bersama di sebuah restoran, yang seharusnya menjadi waktu bersama (family time) dipakai untuk berpetualang di dunia maya, masing-masing asyik dengan gadgetnya, pemandangan yang sudah tidak asing kita jumpai, duduk satu meja tanpa ada percakapan yang hangat karena masing-masing asyik dengan ‘dunianya sendiri’. Kondisi ini dapat menunjukkan sikap bagaimana hubungan sosial perlu dibangun dengan orang lain dari sejak dini, atau malah sebaliknya.
Di zaman modern dan era digital ini penggunaan gadget sudah bukan menjadi barang yang asing lagi bagi semua usia, kalangan, golongan. Menurut Sanjaya dan Wibowo (2011), anak yang sering menggunakan gadget, mengakibatkan mereka kurang berinteraksi dengan lingkungannya, serta perkembangan kecerdasan sosialnya kurang berkembang. Lebih suka sendiri, jika ada tetangga, teman seusianya/orang lain, merasa tidak suka karena kenyamanannya menjadi terganggu dengan adanya orang lain. Kondisi ini bertolak belakang dengan Firman Tuhan
Matius 5 : 16
‘Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatannu yang baik dan memuliakan BAPA di SORGA.’
Pendidikan karakter yang efektif membutuhkan keteladanan. Pola asuh yang benar sangat diperlukan di tengah-tengah keluarga Kristen, agar terang itu dapat dilihat oleh orang lain yang ada di sekitarnya. Kemajuan teknologi yang tak terbendung lagi, sedikit demi sedikit juga telah mengikis pendidikan karakter. Salah satunya adalah internet. Internet merupakan salah satu faktor penyumbang terbesar dalam mempengaruhi pendidikan karakter. Anak sering bersikap persis seperti apa yang mereka lihat dan dengar.
Mengacu pada hal tersebut, ada dua lembaga yang secara sistematis dan juga terencana dapat melakukan pembentukan karakter, yang pertama keluarga dan yang kedua sekolah. Dalam rangka membentuk karakter-karakter tersebut, Peran keluarga dalam pembentukan karakter merupakan hal yang sangat prinsipil. Hal ini dapat kita analisa berdasarkan letak duduk bahwa anak dibesarkan dalam keluarga. Keluarga dalam hal ini adalah lembaga yang sangat berpengaruh terhadap masa depan perkembangan anak. Dari pihak keluarga, perkembangan pendidikan sudah dimulai semenjak masih dalam kandungan. Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik” (Matius 7:17-18). Oleh karena itu, orangtua harus mengajarkan sejak dini bagaimana bersikap, bersosilisasi dan berkomunikasi yang baik terhadap orang lain dan berbicara serta berlaku sopan terhadap orang yang lebih tua dari pada dia. Anak sedini mungkin harus dilatih mempunyai kecerdasan sosial dan perasaan positif kepada orang lain.
Mengapa harus sejak masa kanak-kanak dilatih kecerdasan sosialnya? Karena anak pada usia dini merupakan anak yang peniru dan yang ditiru itu akan melekat dalam dirinya sampai ia dewasa nanti. Maka dari itu sebagai orang tua haruslah menjadi model yang baik untuk anaknya dalam memberikan teladan yang baik. Jika orang tua menjadi teladan yang baik, maka teladan yang baik itu akan melekat sampai anak menjadi tua nanti dan akan mengajarkan teladan itu kepada keturunannya juga. Ada kalanya dalam lingkungan keluarga, kurang menanamkan rasa empati antar anggota keluarga, bagaimana mereka bergotong royong dan bertanggung jawab atas urusan keluarga. Bagaimana cara menjadi kakak yang baik untuk adik-adiknya, begitupun sebaliknya. Demikian juga dalam lingkungan masyarakat, kurang diajarkan bergotong royong dengan teman-temannya. Tidak jarang pula orangtua memperlihatkan pada anak serta menanamkan perasaan negatif anak terhadap orang lain demikian juga kurangnya mengajarkan pada anak mencintai dan menyayangi orang lain. Hal ini haruslah dimulai dari lingkungan keluarga yang selalu memberikan rasa kasih sayang dan cinta pada sesama. Suasana yang penuh dengan cinta dan kasih sayang kepada orang lain maupun anggota keluarga lainnya akan membiasakan anak menebarkan kasih sayang kepada anggota keluarga maupun orang lain.
Referensi
Alkitab. (1974). Jakarta : Lembaga Alkitab Indonesia.
Sanjaya, R., & Wibowo, C. (2011). Menyiasati tren digital. Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo.