Sukacita Sejati

Sukacita Sejati

Oleh

Budiman Santoso

– STT LETS –

 

Dalam surat Filipi 3:17; Rasul Paulus mengajak kepada semua pembaca, untuk mengikuti teladan Rasul Paulus. Lho, mengapa teladan Rasul Paulus dan bukan teladan Yesus? Tentu yang dimaksud Rasul Paulus dalam Filipi 3:17 adalah teladan Tuhan Yesus. Mengapa? Karena ajakan Rasul Paulus agar kita di dalam Kristus. Seyogyanya juga para jemaat mengikuti teladan para pemimpin di gereja lokal masing-masing selama pemimpin itu mengikuti teladan Paulus yang berpusat kepada Kristus. Pertanyaan yang timbul dibenak kita selanjutnya adalah teladan seperti apa yang dimaksud Rasul Paulus? Apa manfaatnya bagi orang percaya, khususnya para pemimpin rohani yang juga merupakan keharusan untuk menjadi teladan bagi para jemaat? Keteladanan rasul Paulus ini saya batasi dan disederhanakan dengan satu kata, yaitu keteladanan mengenai “Sukacita”.

Ada sekitar 16 kata mengenai sukacita dalam surat Filipi. Kesan yang ditimbulkan dalam bacaan surat Filipi seakan mengarah kepada suatu ajakan dari Rasul Paulus kepada semua pembaca, terutama para pemimpin rohani untuk bersukacita. Ajakan untuk bersukacita sebenarnya bukan hanya sekedar kesan, tetapi secara tegas dan jelas ditujukan langsung kepada para pemimpin yang ada di Filipi, seperti Euodia, Sintikhe, Sunsugos dan Klement. “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!” (Filipi 4:4). Kata ini dikumandangkan bukan hanya sekali tetapi 2 kali dan menggunakan tanda seru (!) sehingga tekanannya sangat kentara sekali. Ini merupakan stressing yang berarti sangat penting untuk diperhatikan dan dilakukan oleh setiap pemimpin.

Dalam Filipi 4:4, Paulus menggunakan kata Yunani Chairete yang berasal dari kata kerja Yunani, yaitu Chairo. Kata ini merupakan bentuk kata kerja pertama (Primary verb) yang berarti bergembira atau to be cheerful. Akan tetapi kata Chairo kebanyakan diterjemahkan dengan kata to rejoice (42X) atau bersukacita. Kata kerja tersebut biasanya diikuti oleh “suatu keadaan”, baik keadaan yang menyenangkan maupun keadaan yang tidak menyenangkan. Dalam Matius 5:12, Wahyu 11:10 dan beberapa ayat lainnya, kata Cheerful (Gembira) dan Rejoice (Sukacita) berbentuk Conjugal yang berarti tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Dalam terjemahan bahasa Indonesia kata gembira dan sukacita diikat dengan satu kata “dan” yang artinya juga sama, yaitu tidak bisa dipisahkan satu di antara keduanya.

 

Sukacita merupakan suatu teladan yang harus dimiliki, dipunyai bahkan dihidupi oleh setiap pemimpin. Sukacita merupakan suatu keharusan atau kewajiban dan bukan suatu pilihan bagi seorang pemimpin. Mengapa rasul Paulus sangat menekankan hal ini? Bagi saya, ada 3 alasan yang sekaligus merupakan 3 manfaat bagi orang yang bersukacita:

  1. Sukacita merupakan Gaya Hidupnya Allah

Sesungguhnya Alkitab berkata bahwa Allah kita sebagai The Most Blessed God, Allah yang maha Berbahagia (1 Timotius 6:15). Sukacita merupakan berkat yang tiada taranya. Bahkan Mazmur 118:15 menuliskan berkat “Suara sorak-sorai dan kemenangan di kemah orang-orang benar” Ayat ini muncul bukan pada saat Daud mengalami suasana yang menyenangkan sebagaimana orang yang bersukacita pada umumnya, dimana orang bersukacita kalau sedang dapat undian, naik kelas, naik pangkat, naik gaji, dapat rumah, dapat mobil, banyak pelayanan, banyak orderan, jumlah jemaat bertambah dan lain-lain. Daud justru mengalami keadaan yang sebaliknya, dia sedang mengalami tekanan, penolakan dan keadaan yang tidak menyenangkan (Maz 118:10-13). Rupanya sebagai seorang pemimpin, Daud mengerti bahwa sungut-sungut, caci maki, sumpah serapah tidak berguna dan tidak merubah keadaan apapun juga selain daripada bersukacita. Ini merupakan landasan teologis yang kuat bagi setiap orang, khususnya para pemimpin rohani untuk menjadikan sukacita itu sebagai gaya hidup.

Nabi Yesaya mempertegas tentang sukacita yang dijanjikan oleh Allah kepada umatNya. Dalam Yesaya 61:7; Nabi Yesaya menggunakan kata Ibrani “Ranan” yang diterjemahkan dengan kata usually for joy. Perjanjian Baru meneruskan kata Chairo atau Chairete dengan kata Pantote (always, selalu atau senatiasa). Dalam terjemahan Indonesia, sukacita dilanjutkan dengan kata abadi.    “…dan sukacita abadi akan menjadi kepunyaanmu” (ay.7c). sesuatu yang abadi adalah kepunyaan Allah, sifat Allah, hakikat Allah dan Gaya Hidup Allah. Untuk itu tidak heran kalau Rasul Paulus secara radikal mengharuskan setiap orang percaya dan para pemimpin untuk bersukacita!  “…kamu juga harus bersukacita demikian dan bersukacitalah dengan aku” (Filipi 2:18).

 

  1. Sukacita merupakan Obat yang Manjur

Pada saat Indonesia mengalami krisis berkepanjangan, ternyata tayangan humor mendapat rating tertinggi dalam dunia hiburan. Dunia kedokteran mengatakan bahwa secara statistik, orang-orang yang bersukacita atau bergembira lebih cepat sembuh daripada orang-orang yang murung. Humor bisa menjadi sebuah cara untuk menghilangkan stres dan menjaga kesehatan, kata para peneliti dalam sebuah tulisan yang dipublikasikan dalam International Journal of Humor Research. Bahkan laporan yang dikeluarkan oleh University of Maryland Medical Center menemukan bahwa tertawa atau orang yang bergembira akan membuat aliran darah berfungsi lebih baik, menyebabkan otot pembuluh darah membesar sehingga aliran darah menjadi lancar. Study lain juga menyimpulkan bahwa perasaan gembira atau bersukacita bisa melindungi seseorang terhadap serangan jantung. Meskipun tidak ada data statistic yang komprehensif yang menunjukkan hubungan antara sukacita dengan kuasa kegelapan, namun dapat dipercaya bahwa sukacita dari Tuhan dapat menghalau kuasa kegelapan yang ingin membuat kita sakit bahkan kematian sekalipun. Untuk itu tidak berlebihan kalau pendeta Timotius Arifin menyitir pernyataan para tukang santet yang mengatakan bahwa tidak ada gunanya menyantet a Joyful Christian (orang Kristen yang bersukacita). Lebih dari semuanya itu, jauh-jauh hari sebelumnya, seorang pemimpin, raja besar pada zaman Perjanjian Lama telah memberikan hikmat kepada kita semua: “Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang” (Amsal 17:22)

 

  1. Sukacita Meningkatkan Kualitas Hidup

Menurut David H Rosen, seorang psikolog mengatakan bahwa gembira atau sukacita bisa mengusir pemikiran negatif dan merangsang pemikiran yang menyebabkan peningkatan respon perilaku otomatis sehingga seseorang bisa lebih menghasilkan ide-ide kreatif. Lebih lanjut Rosen mengatakan: “Kegembiraan menimbulkan rasa percaya diri yang lebih dan suatu kecenderungan untuk mengembangkan jalan keluar dalam menghadapi masalah”. “Tertawa atau rasa gembira merupakan hal yang normal, namun tanpa kita sadari, rasa gembira yang diekspresikan dengan tertawa memberikan keuntungan bagi kesehatan kita dan itu merupakan  modal untuk peningkatan kualitas hidup seseorang”, kata Miller yang mempresentasikan hasil penelitiannya di pertemuan American College of Cardiology di Orlando, Florida. Doktor David R. Hawkins, seorang psikolog terapis menyimpulkan hasil penelitian selama 20 tahun bahwa sukacita memiliki energi yang tinggi untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang, baik dalam segi kerohanian, keuangan, bisnis/karier, keluarga dan sosial.

Alkitab tidak hanya memberikan definisi dan penelitian-penelitian mengenai hal tersebut di atas, akan tetapi Kitab Suci memberikan bukti-bukti yang kuat bahwa Sukacita dari Allah bisa meningkatkan kualitas hidup seseorang. Paling tidak ada sekitar 20 penulis Alkitab (diantaranya: Musa, Samuel, Nehemia, Esther, Ayub, Daud, Yesaya, Yeremia, Hosea, Amos, Zefanya, Zakaria, Matius, Lukas, Yohanes, PaulusYakobus, Petrus, dll) yang merasakan manfaat sukacita dari Allah, baik sebagai jalan keluar dari masalah, sebagai obat yang manjur dari suatu penyakit, sebagai penolak bala/kuasa gelap dan sebagai peningkatan kualitas gaya hidup seseorang. Dengan masuknya tulisan-tulisan mereka dalam proses kanonisasi, yang dikemudian hari diakui sebagai kitab suci, hal ini sudah menunjukkan bahwa mereka memiliki kualitas hidup yang lebih baik dari semua penulis-penulis buku best seller sekalipun di dunia ini. Akhir kata Rasul Paulus mengingatkan kita sekali lagi: “Chairete en Kurio Pantote, Palin ero Chairete” (Bersukacitalah di dalam Tuhan senantiasa, sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Please Contact STT LETS...!