TUHAN DAN SAINS BUKAN OPOSISI

787 views

TUHAN DAN SAINS BUKAN OPOSISI
Oleh : Ir. Nelson Martogi Panjaitan, M.Th

PENDAHULUAN

Pemikiran bahwa Tuhan dan Sains bertentangan sebenarnya datang dari konsep yang keliru tentang Tuhan. Penganut atheisme berpikir bahwa Tuhan sama seperti dewa-dewa Yunani yang diciptakan untuk mengisi kekosongan pengetahuan manusia dalam menjelaskan fenomena alam semesta. Pemikiran ini disebut dengan God of the gaps. Setiap kali manusia memasuki batas pengetahuannya sehingga tidak mampu menjawab suatu fenomena maka Tuhan difungsikan sebagai pengisi gap tersebut. Namun dengan pengetahuan manusia yang bertambah, ketika fenomena alam sudah dapat dijelaskan secara ilmiah maka gap pengetahuan tidak ada lagi sehingga Tuhan tidak diperlukan lagi sebagai pengisi ruang ketidaktahuan manusia. Dalam pandangan John Lennox, profesor matematika dari Oxford University, Tuhan dan Sains tidak bertentangan tapi memiliki level penjelasan yang berbeda. Ilmu pengetahuan berusaha menjawab rasa keingintahuan manusia dengan meng-address pertanyaan ”How”, bagaimana alam semesta bekerja, Sedangkan iman (faith) menjawab setiap rasa ingin tahu manusia yang lain dengan menjawab pertanyaan “Why”, kenapa kita berada di sini, apakah Tuhan ada atau tidak. Tentunya ini bukan pertanyaan-pertanyaan scientific tapi ini berada pada ranah filosofis. Ranah eksplorasi dan ilmu pengetahuan (sains) adalah ranah alamiah sedangkan Tuhan berada pada ranah yang supranatural, area yang tidak bisa dijangkau oleh sains. Menurut Profesor John Lennox dalam bukunya “Can Science Explain Everything?” konflik yang sebenarnya bukan terletak pada sains dan Tuhan tapi lebih mendasar dari kedua aspek tersebut yakni yang berkaitan dengan worldview yang dianut oleh para ilmuwan yakni cara pandang atau keyakinan akan realitas tertinggi di semesta ini. Ilmuwan yang tidak percaya kepada keberadaan Tuhan memegang worldview Naturalism atau Materialism yang merujuk pada keyakinan bahwa alam semesta, massa dan energi selamanya ada dan tidak membutuhkan penjelasan dari luar dirinya sendiri sedangkan kalangan Theism percaya bahwa adanya unsur transenden yang memiliki realitas tertinggi, supranatural, immaterial, timeless, spaceless yakni Tuhan yang menjadi causa prima, yang awal bagi keberadaan semua yang ada. Dari pertentangan kedua worldview tadi, Stephen C. Meyerd dalam bukunya “The Return Of God The Hypothesis” menjelaskan bahwa justru temuan-temuan sains dalam 100 tahun terakhir telah kembali menempatkan Tuhan sebagai penjelasan yang paling masuk akal mengenai apa yang menjadi realitas tertinggi dari semesta ini. Jadi, kesimpulannya adalah karya tangan Tuhan ada dalam keseluruhan proses alam semesta ini bukan hanya pada gap-gap pengetahuan manusia. Penemuan-penemuan sains merupakan gambaran sekilas betapa luar biasanya Tuhan yang melalui pikiran dan kemampuan-Nya yang fenomenal mampu meng-orkestrasi berbagai bidang sains (Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Kosmologi) untuk menciptakan alam semesta yang luar biasa ini. Sains hanyalah tentang discovery, upaya manusia menemukan pikiran Tuhan dalam alam semesta ciptaan-Nya ini. Pembuktian eksistensi Tuhan dalam paparan selanjutnya akan mengacu kepada karakteristik: Maha Besar, Causa Prima, Immaterial, Spaceless, dan Timeless.

PEMBAHASAN

A. Sejarah dan Sains membuktikan Alkitab Benar

1. Biografi Yesus adalah bukti eksistensi Tuhan.
Yesus Kristus sendiri adalah kisah yang paling mudah diakses dan banyak di catat dalam berbagai literatur di luar Alkitab. Kisah penyaliban Yesus banyak sekali dicatat dalam buku-buku sejarah. Bahkan pemimpin yang memperoleh mandat untuk meng-eksekusi penyaliban Yesus sendiri menjadi saksi hidup akan kisah yang mengerikan tersebut. Dia sendiri pada akhirnya bertobat dan menjadi pengikut Kristus sampai akhir hidupnya. Tentu saja pertobatannya terjadi akhirnya ungkapan pengakuan akan eksistensi Tuhan. Sama halnya dengan Saulus yang tadinya sama sekali tidak percaya akan ajaran Yesus, dalam perjalanannya ke Damsyik untuk menganiaya pengikut Yesus, dia sendiri justru bertobat setelah mendengar suara Yesus yang dianggapnya sudah mati (Kisah 9:1-19). Kisah Saulus menjadi Paulus ini pun adalah pembuktian eksistensi Tuhan.
Ribuan tahun sebelum Yesus lahir, ada begitu banyak nubuatan yang ditulis oleh lebih dari 40 penulis yang berbeda zaman, latar belakang, dan tempat. Itu saja sudah merupakan fakta yang ajaib, apalagi penulisan tersebut mencatat secara rinci kehidupan Yesus mulai dari kelahiran yang tanpa ayah, masa melayani yang sarat dengan mukjizat, vonis kematian tanpa adanya pelanggaran hukum, fakta kebangkitan yang juga diketahui para imam, bahkan kenaikan-Nya ke Sorga di hadapan ratusan saksi hidup. Tidak ada tokoh dalam sejarah peradaban manusia yang dicatat mendetail seperti Yesus Kristus. Semua ini adalah bukti bahwa Tuhan itu ada.


2. Penciptaan Alam Semesta
Pembuktian keberadaan (eksistensi) Tuhan dari sisi Penciptaan Alam Semesta mungkin paling diburu oleh para Ilmuwan. Para ilmuwan sering mentertawakan kisah lucu tentang penciptaan alam semesta yang bersumber dari kisah yang diceritakan turun temurun di kalangan orang China, Yunani Kuno, India, dan negara-negara lain. Cerita itu dengan mudah dibuktikan oleh para ilmuwan sebagai sesuatu yang tidak memiliki bobot ilmiah sehingga dipandang hanya sebagai mitos atau cerita rekaan semata. Tetapi sebaliknya sikap para ilmuwan sangat berbeda ketika berhadapan dengan Alkitab. Sekali pun sudah berulangkali para ilmuwan berusaha keras meruntuhkan tulisan-tulisan pada Alkitab namun tetap saja Alkitab dipandnag sebagai tulisan yang luar biasa. Ahli-ahli filsafat tidak menemukan jejak filsafat Mesir pada tulisan Musa terutama kitab Kejadian pasal satu tentang proses penciptaan, padahal intelektualitas Musa sepenuhnya dilatih di Mesir sehingga seharusnya teori penciptaan versi bangsa Mesir mempengaruhi tulisan Musa. Bagaimana Musa bisa tahu bahwa tanah muncul dari dalam air? Baru di era modern para ahli geologi menemukan bahwa tanah memang muncul dari air. Tentu saja pengetahuan ini bersumber dari oknum superintelectual yaitu Tuhan.
Sampai hari ini memang belum ada satu kesimpulan yang pasti 100% (sempurna) tentang teori penciptaan alam semesta, namun penemuan ilmiah dan jejak teori-teori ilmiah tersebut menunjukkan arah yang berkiblat kepada Kitab Kejadian satu. Suatu teori pasti akan dilawan oleh teori yang baru, demikian selanjutnya muncul teori-teori yang lebih baru lagi. Bahkan saya pernah membaca sebuah buku: agar sebuah teori bisa diterima maka syaratnya adalah “teori tersebut harus bisa disalahkan”, contohnya saja: teori tentang atom yang berkembang mulai dari teori atom Dalton dikoreksi oleh teori atom Thomson, dikoreksi lagi oleh Rutherford, lalu oleh Niels Bohr dan yang terbaru adalah teori model atom Mekanika Kuantum. Setipa teori akan mematahkan teori sebelumnya. Apakah teori terkini pasti yang paling benar? Belum tentu. Jika sudah benar maka teori akan berubah menjadi Hukum, seperti hukum Archimedes, Hukum Gravitasi, Hukum Thermodinamika, dan lain sebagainya. Begitulah yang terjadi dengan teori-teori yang ditemukan oleh para ilmuwan. Banyak teori-teori yang bermunculan pada perkembangan selanjutnya justru menyetujui apa yang tertulis di Alkitab, misalnya saja tentang temuan geologi tadi bahwa tanah muncul dari air. Dalam tulisan berikut ini saya akan menyampaikan beberapa hal yang terkait dengan hal-hal serupa.


2.1 Alam Semesta memiliki Permulaan
Kejadian 1:1 “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.” Kalimat ini menandakan bahwa Allah atau Tuhan adalah pencipta materi langit dan bumi, artinya materi langit dan bumi belum ada sebelumnya. Kata Ibrani “bara” (menciptakan) menunjukkan makna bahwa sesuatu ada dari tidak ada, something exist from nothing. Jadi yang paling awal eksis adalah langit dan bumi. Pada Kejadian 1:2 “Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air.” Kalau mengacu ke bahasa aslinya, frasa: “bumi belum berbentuk…” kurang tepat seharusnya: “bumi adalah tak berbentuk” (Ibrani: a-rets ha-ya) yang lebih tepat lagi: “bumi menjadi tidak berbentuk..”. Kata “ha-ya” juga dipakai dalam Kejadian 2:7 dan Kejadian 19:26 yang artinya “menjadi”. Pada ayat 2 ini, bumi yang sudah diciptakan sebelumnya tiba-tiba mengalami “sesuatu” sehingga tidak berbentuk dan kosong (Ibrani: “tohu, bohu”). Bumi ini adalah bumi yang diciptakan “pada mulanya” tadi. Ada apa dengan peristiwa di Kejadian 1:2 ini? Apakah ini peristiwa Ledakan Besar (Big Bang)? Menurut saya bukan. Bahkan sekiranya pun kata “air” di ayat 2 ini adalah cairan hidrogen, suatu unsur pertama kimia yang sangat mudah meledak saat terkena api. Keberadaan air di ayat 2 ini memang masih misteri. Jika proses penciptaan alam semesta dikaitkan dengan Big Bang maka lebih cocok jika dikaitkan dengan Kejadian 1:3 “ Jadilah terang.” Terang dalam bahasa Inggris “light” atau cahaya. Cahaya adalah energi berbentuk gelombang elektromagnetik, dimana sesuai hukum fisika perambatan elektromagnetik digambarkan sebagai perambatan vertikal 2 gelombang yaitu medan magnetik dan medan listrik. Itulah sebabnya cahaya akan mengeluarkan panas. Sedangkan hidrogen (bahasa Yunani: hydro =air , genes = membentuk) sehingga kedua kata yunani tersebut bisa disebut zat air. Unsur Hidrogen diberi simbol H dan nomor atom 1 sehingga menjadi unsur kimia yang paling pertama pada tabel skala periodik unsur Kimia. Hidrogen juga memilik ciri tidak berwarna, tidak berbau, non logam, bersifat gas diatomik yang sangat mudah terbakar dan unsur yang paling ringan di dunia. Dengan ciri-ciri tersebut agaknya cocok jika air yang dimaksud pada Kejadian 1:2 adalah Hidrogen yg menyelubungi bumi yang tidak berbentuk dan kosong tersebut. Ketika terang (cahaya) pada Kejadian 1:3 muncul maka terjadilah pertumbukan dengan hidrogen sehingga kemudian terjadi ledakan/dentuman besar (Big Bang) tersebut. Kemudian ketika Tuhan menjadikan cakrawala dan memisahkan air diatas dan air di bawah cakrawala, ini menunjukkan perubahan unsur-unsur kimia dimana yang semula unsur H yang bersifat gas berada diatas, lalu yang dibawa menjadi H2O (air, water). Air inilah yang menjadi lautan samudera (Kejadian 1:10) yang kemudian memunculkan tanah sebagai suatu unsur yang padat. Mungkin dari sinilah kemudian terjadi proses terjadinya pembentukan semua unsur-unsur kimia yang tertera pada tabel skala periodik unsur-unsur kimia yang dipelajari di bangku sekolah.


2.2 Umur Bumi
Ilmu Pengetahuan (Sains) melalui temuan ahli geologi mengatakan bahwa umur bumi sudah jutaan tahun. Bagaimana menurut Alkitab? Kembali kepada ayat Kejadian 1:1-2 yang dibahas sebelumnya tidak disebut berapa lama antara jarak antara permulaan penciptaan langit dan bumi dengan berubahnya bumi menjadi tidak berbentuk dan kosong. Yang jelas itu bisa saja dalam rentang jutaan bahkan milyaran tahun. Dengan demikian temuan ahli geologi tersebut bukan berarti tidak alkitabiah, atau sebaliknya para ilmuwan tidak bisa menyimpulkan bahwa Alkitab salah. Ilmu pengetahuan hanya bisa menduga berdasarkan teori-teori sains (misalnya berdasarkan umur carbon pada lapisan bumi) namun seperti yang penulis katakan sebelumnya setiap teori selalu memunculkan teori-teori baru namun Alkitab tak berubah dan akan selalu benar.


2.3 Bantahan atas Teori Evolusi
Kalau teori evolusi mengatakan bahwa semua makhluk hidup (hewan, tumbuhan, dan manusia) berasal dari proses adaptasi makhluk paling primitif namun hal ini tidak bisa diterima karena sampai hari ini spesies makhluk air yang paling primitif itu masih ada sampai sekarang. Bahkan kera atau monyet yang diduga sebagai nenek moyang manusia sampai hari ini pun makhluk tersebut masih ada. Pada kitab Kejadian 1:27 jelas disebutkan bahwa manusia itu “diciptakan” oleh Allah. Manusia tidak berevolusi dari tingkat rendah. Pada hari ketiga, Allah menyuruh setiap jenis tanaman (pohon, rumput, dan sayuran) menghasilkan benih menurut jenisnya. Rumput tidak bisa berubah menjadi pohon. Jenis pohon tertentu tidak bisa berubah menjadi jenis pohon berbeda. Pada hari kelima pun makhluk di air dan burung-burung dijadikan menurut jenisnya. Begitu juga pada haru keenam, binatang ternak dan binatang melata juga dijadikan menurut jenisnya masing-masing. Perkataan “menurut jenisnya” adalah satu bukti yang memuaskan bahwa pada hari-hari penciptaan itu setiap makhluk ciptaan berasal dari jenis yang berbeda-beda.

KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas, yang dimulai dengan penemuan pendefinian Tuhan lalu mengungkapkan temuan-temuan Ilmu Pengetahuan (Sains) dan melihat fakta sejarah tentang tokoh bernama Yesus, serta membahas dari sudut pandang Alkitab sebagai referensi paling tua dan paling lengkap dan akurat maka dapat ditarik beberapa hal yakni :
1. Karakteristik atau ciri-ciri Tuhan adalah Maha Besar dan Sempurna, Supernatural, Superintelectual, Immaterial, Spaceless dan Timeless. Hal ini diyakini oleh semua keilmuan baik dari sisi Ontologis, Kosmologi, Filosofis dan Teologis.
2. Alkitab adalah buku yang paling lengkap dan sempurna karena ditulis oleh Allah atau Tuhan itu sendiri. Semua teori dan temuan ilmiah pada akhirnya akan melihat kecocokan bahwa semuanya telah tertulis di dalam Alkitab. Tuhan memang ada.

DAFTAR PUSATAKA

Alkitab, Lembaga Alkitab Indonesia, 2004
John C. Lennox, Can Science Explain Everything, The Good Book Company, Oregon, 2019.
Watchman Nee, Renungan tentang Kitab, Yayasan Perpustakaan Injil Surabaya, 2009
Wikipedia

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Please Contact STT LETS...!