KEMARAHAN DALAM RUMAH TANGGA KRISTEN
(Kiat Praktis Menyelesaikan Masalah Dalam Keluarga)
Di tulis oleh:
Dr. Antonius Natan M.Th. Ketua I Bidang Akademik STT LETS
A. PENDAHULUAN
Matius 19:6 Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.”
Matius 22:37-39 Jawab Yesus kepadanya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
Efesus 4:26 Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu
1 Tesalonika 4:4 Supaya kamu masing-masing mengambil seorang perempuan menjadi isterimu sendiri dan hidup di dalam pengudusan dan penghormatan,
Efesus 5:22-23, 25, 28 Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Suami-suami, kasihilah istrimu seperti Kristus mengasihi jemaat dan memberikan diri-Nya bagi jemaat, Demikian juga, suami-suami harus mengasihi istrinya seperti tubuhnya sendiri. Ia yang mengasihi istrinya, mengasihi dirinya sendiri.
Pernikahan di awali dengan seorang laki-laki dan perempuan menyatakan diri untuk terikat dalam hubungan dengan janji setia pada masa suka maupun duka, mungkin jauh sebelum pemberkatan nikah. Sepasang kekasih memulai kebersamaan, menikmati makan bersama, ngobrol hingga larut malam, menceritakan peristiwa di kampus maupun di kantor, Bepergian bersama, nonton midnight show, mengikuti ibadah gereja dan mungkin aktif bersama melayani di gereja, kegiatan sosial. Keseluruhannya menyenangkan, walau sesekali ada persoalan disertai pertengkaran. Tetapi bisa diatasi karena rasa cinta dan saling memaafkan. Kenangan indah menghapus kemarahan dan pertikaian. Pengampunan dan kasih menjadi senjata ampuh bagi pasangan untuk segera memperbaiki hubungan dan melanjutkan kebersamaan hidup. Tahapan pada masa pertunangan, obrolan memasuki babakan yang lebih serius, pembicaraan mengenai masa depan bersama. Apa yang harus dilakukan dengan perencanaan kepemilikan rumah atau apa yang lebih prioritas pembelian mobil atau rumah, rumah tapak atau rumah susun. Keduanya saling memberikan pendapat, berdebat. Dalam komunikasi kedua saling menghormati dan menghargai satu dengan yang lain. Mungkin ada rasa jengkel, arah dan khawatir didalamnya, tetapi biasanya pasangan saling memberikan pengaruh agar keputusan diambil berdasarkan kesepatan bersama dan dilakukan dengan damai. Keduanya saling mengerti.
B. PEMBAHASAN
Memasuki tahun pertama dalam rumah tangga, obrolan semakin seru dan tentunya semakin mesra, kerinduan akan memiliki anak dan mimpi-mimpi indah terhadap masa depan semakin kuat. Kekuatan pasangan muda adalah keinginan menggapai mimpi dan saling sayang serta saling mengasihi satu dengan lainnya. Pertentangan yang terjadi acapkali sirna karena mengingat, kasih sayang kepada pasangan dan tidak mau menyakiti hati, melainkan menyenangkannya. Keinginan memberikan yang terbaik bagi pasangan atau “mengasihi walaupun”. Tahun-tahun berlalu, kesibukan merawat dan mendidik anak, mengejar karir dan ambisi menggapai sukses pada usia muda.
Tanpa disadari komunikasi mulai terkikis karena kesibukan dan waktu istirahat yang dianggap sangat terbatas. Waktu-waktu luang digunakan untuk meningkatkan kompetensi dan kapasitas dalam karir. Rumah tangga terus berjalan kencang, tanpa menghiraukan kejadian-kejadian yang tidak pernah dituntaskan. Kemarahan, kekecewaan, kesedihan, kekhawatiran dipendam dan disimpan dalam relung hati. Biduk rumah tangga tetap berjalan walau terombang ambing. Perjalananan rumah tangga Kristen seakan menyimpan api dalam sekam. Sesekali menyadari kalau harus saling mengampuni dan mengasihi. Tetapi tatkala dikomunikasikan acapkali menemui jalan buntu, perdebatan dan kata-kata keras dan kasar meluncur dari bibir yang dulu tersenyum, kini seakan berubah menjadi serigala pemangsa.
Memperhatikan kemarahan dalam rumah tangga Kristen dimulai dari semua konflik sepele seperti bagaimana pakaian kotor seharusnya dimasukan dalam keranjang yang telah disediakan. Tetapi banyak pelanggaran dalam pernikahan jauh dari hal sepele. Beberapa pasangan mengalami konflik yang diakibatkan oleh perbedaan latar belakang sosial, budaya dan kepribadian, atau cara pandang, nalar dan nurani. Tidak peduli bagaimana pernikahan tumbuh menjadi dewasa, sepertinya selalu menemukan cara untuk menyakiti satu sama lain, baik disengaja maupun tidak sengaja. Dan tentu saja setiap pelanggaran memunculkan rasa sakit dan kebencian. Sakit hati menjadikan luka terbuka lebar dan mengganggu keseimbangan perilaku. Pasangan merasa seolah-olah hatinya telah tercabik dan terasa seperti disiksa. Bisa saja tidak langsung terasa karena terbiasa, atau sekedar mencoba menyembunyikannya. Suami atau istri sering tidak memberi tahu pasangannya ketika mereka telah melukai. Seakan tidak ingin terlihat rapuh. Pasangan menekan rasa sakit dan bertindak seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Keluarga Kristen mulai menggunakan topeng demi topeng, terlihat baik dari luar namun kehancuran menggerogoti didalam.
Kebiasaan saling menyakiti bermuara pada sulit bagi pasangan untuk mengenali rasa sakit hati, juga sukar untuk mengenali kemarahan. Selama sepasang kekasih menyangkal bahwa masing-masing merasa marah atas kekecewaan dan rasa pedih dihati yang belum terselesaikan, maka keluarga Kristen tidak akan mengatasi masalah tersebut apalagi menuntaskannya. Persoalan mulai menumpuk hingga menunggu saatnya meledak. Perlu disadari dimana ada pelanggaran, disitu ada yang terluka. Dan dimana ada luka yang tidak terungkap dan terselesaikan, disitu ada kemarahan. Kemarahan adalah awal kehancuran dan dosa bertumbuh.
Awal musabab kemarahan dalam suatu situasi dapat membingungkan. Sementara sebagian besar waktu kemarahan diakibatkan oleh kejadian atau peristiwa saat ini, tetapi kemarahan dapat dipindahkan – dipicu oleh satu orang atau kejadian akan tetapi pelampiasannya kepada orang lain. seperti, suami atau istri menelepon untuk memberitahu bahwa akan terlambat pulang hingga tidak bisa makan malam bersama di rumah. Pasangan menutup telepon, namun sepanjang makan malam melampiaskan amarah kepada orang rumah, tentu saja ada anak-anak yang tidak paham menerima kemarahan yang tidak mendasar serta menimbulkan luka batin.
Kemarahan juga bisa terekam dalam pikiran bawah sadar berasal dari masa lalu, pada masa kecil sehingga penyebabnya terlupakan. Misalnya, pasangan meneriakkan serangkaian kata-kata marah kepada suami atau istri tanpa alasan yang jelas. Ketika pasangan duduk untuk membicarakannya, dapat ditemukan bahwa pasangan terluka oleh sesuatu yang dilakukan sebulan yang lalu, sesuatu yang hampir tidak diingat. Dari manapun kemarahan itu berawal, Tuhan Yesus Kristus dengan kuasa Roh Kudus telah menyediakan cara terbaik untuk mengatasinya. Melucuti pola pelanggaran, sakit hati, dendam dan kemarahan yang jika tidak diselesaikan akan merampas hubungan keintiman dan hubungan suami dan isteri.
C. PENUTUP
Umat Kristiani memiliki tuntunan Tuhan dalam mengatasi persoalan rumah tangga. Perasaan sakit hati, terluka dan kemarahan yang tidak terselesaikan merupakan keputusan setiap pasangan, yang harus melakukan pilihan seperti:
Pertama, Suami atau isteri dapat mengabaikan kesalahan dan rasa sakit dari pasangan sambil membiarkan amarah membusuk. Pasangan mungkin terus memasukkan perasaan yang belum terselesaikan jauh di dalam, mengakibatkan kepahitan, kebencian, dan depresi.
Kedua, Meledakan kemarahan, melampiaskan amarah yang terpendam tanpa mempedulikan bagaimana hal itu melukai dan menjauhkan suami atau istri sendiri. Dengan demikian merasakan lebih nyaman, tanpa peduli orang lain. Kedua pilihan diatas gagal mendobrak pola negatif, dan tentu saja terus merusak satu sama lain. Hasil akhirnya mungkinkan biduk rumah tangga terguncang, dengan angin badai yang membawa biduk terdampar dipulau karang. Dan berakhir dengan kehancuran biduk tersebut.
Ketiga. Berbahagialah Keluarga Kristen ada pilihan ketiga. Merupakan kabar Injil yaitu kasih yang mengampuni. Saat menghadapi rasa benci, sakit hati dan amarah, Suami dan istri dapat memilih dan memutuskan untuk menyelesaikan pertikaian tersebut. Itulah cara Tuhan yang kita sembah untuk menangani pola serangan kebencian, sakit hati dan kemarahan. Apa yang ingin diupayakan – sebagai individu dan sebagai pasangan – adalah komitmen untuk mengatasi rasa benci, sakit hati dan kemarahan.
Agar penyelesaian masalah tuntas maka setiap pasangan memaafkan pasangannya. Dan perlu memperbarui hubungan, mengingat lagi kasih mula-mula. Awal pertemuan cinta sebelum memasuki pemberkatan. Tujuannya adalah membawa relasi suami-isteri ketempat penyembuhan, pengampunan, dan pendamaian yang akan memulihkan hubungan suami dan isteri dengan damai dan sejahtera. Kasih yang mengampuni memberikan pemulihan hubungan yang terluka. Ketika pasangan suami-isteri mempraktikkan “mengasihi walaupun” secara terus menerus sepanjang kehidupan. Maka pernikahan akan langgeng serta tidak ada kata-kata menyakitkan dan perceraian.Pasangan Suami dan istri, ambil waktu untuk berduaan secara berkala setiap bulannya, pergi ketempat yang menyenangkan. Membicarakan masa lalu yang bahagia dan menyongsong masa depan yang penuh harapan. Keharmonisan keluarga adalah milik kita.
DAFTAR PUSTAKA
Alkitab, Lembaga Alkitab Indonesia, Jakarta, 2017
Terima kasih utk pencerahan nya.