Siapa yang Berbahagia?
Oleh
Selviana
Fakultas Psikologi, UPI YAI / Sekolah Tinggi Teologi LETS
Bila pertanyaan seperti di atas diajukan kepada anda, kira-kira apakah jawaban anda untuk menjawab pertanyaan tersebut? Mungkin anda memiliki pandangan tersendiri tentang keahagiaan. Ada orang yang melihat sebuah kebahagiaan dari harta yang melimpah, pendidikan yang tinggi, keluarga yang harmonis, pekerjaan dan jabatan yang bagus, dan lain sebagainya. Pada suatu kali dosen saya pernah bertanya kepada mahasiswa-mahasiswanya tentang kebahagiaan, dan setiap mahasiswa mempunyai pandangannya masing-masing atas pertanyaan tersebut. Akhirnya dosen saya menjawab bahwa bahagia adalah ketika apa yang kita harapkan terwujud / terlaksana. Apakah anda setuju dengan jawaban tersebut? Pada saat itu sejenak saya terdiam, dan menurut saya benar bahwa ketika apa yang kita harapkan bisa terwujud maka hal itu bisa membuat kita berbahagia. Tetapi pertanyaannya apakah kita akan selalu memperoleh segala sesuatu seperti yang kita harapkan? Bagaimana bila banyak hal yang terjadi dalam hidup kita justru tidak sesuai dengan yang kita harapkan? Apakah kita tidak bisa berbahagia dan apakah kebahagiaan kita hanya dibatasi hal-hal tertentu saja? Semua pertanyaan ini seolah-olah belum bisa menjawab arti kebahagiaan itu.
Ada banyak teori yang dapat menjelaskan tentang konsep kebahagiaan. Selviana (2017) menyatakan bahwa seorang motivator pernah mengajarkan kunci kebahagiaan adalah pandai mengucap syukur. Semakin banyak kita mengucap syukur, maka kita akan semakin bahagia. Semakin kita banyak mengucap syukur, maka kita akan semakin dapat menikmati hidup dan semakin banyak kita mengucap syukur, maka kita akan menjadi lebih baik dan lebih positif. Pandangan tersebut tidaklah salah, bahkan secara pribadi, secara pribadi kita perlu melatih diri terus-menerus untuk pandai mengucap syukur dalam segala hal.
Namun demikian, mari kita kembali pada firman Tuhan yang menjadi dasar segala sesuatu dalam kehidupan kita. Dalam kitab Lukas 11: 27-28, ada sesuatu yang Yesus katakan tentang siapa yang berbahagia. Ayat itu bercerita tentang seorang perempuan yang tiba-tiba berseru kepadaNya: “Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang telah menyusui Engkau”. Tetapi Yesus berkata : “Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya.” Perhatikan perkataan Yesus, Ia tidak berkata bahwa yang berbahagia adalah siapa orang yang melahirkan kita, setinggi apa pendidikan kita, seberapa besar penghasilan kita, sebanyak apa harta kita, secantik / setampan apa wajah kita, tetapi orang yang berbahagia ialah orang yang mendengarkan firman Tuhan dan memeliharanya. Dalam alkitab versi NIV, kata “memelihara” adalah “obey” yang artinya mentaati. Jadi bila kita menjadi orang yang suka mendengar firman Tuhan dan mentaatinya sesungguhnya kita adalah orang yang berbahagia, sekalipun mungkin hidup kita penuh dengan pergumulan, dan ada hal-hal tertentu yang tidak kita harapkan terjadi dalam hidup kita, tetapi firman Tuhan penuh kuasa untuk mengerjakan banyak perkara yag ajaib dalam hidup kita, sehingga kita tidak kehilangan sukacita surga dan tetap dapat hidup dalam kebahagiaan yang Tuhan sediakan bagi hidup kita. So, tetaplah menjadi pribadi yang suka mendengarkan firman Tuhan, dan berusaha untuk mentaati firman Tuhan agar apa saja yang kita lakukan berhasil dan hidup kita dipenuhi dengan kebahagiaan. Tuhan Yesus memberkati.
Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya. Amin.
Referensi:
Alkitab. (1974). Lukas 11 : 27 – 28. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia.