Memikirkan Sukacita
Oleh
Rince Rambu P. Wasak
STT Pelita Bangsa
Ada dua bagian dalam Sukacita, antara lain:
- Sukacita Duniawi (sukacita itu membuat muka berseri-seri). Orang yang selalu bersukacita mampu melihat hidup lebih indah daripada yang lain. Pekerjaan yang berat pun akan terasa menyenangkan jika dikerjakan dengan penuh sukacita. Sukacita sejati tidak berasal dari uang yang kita punya, harta benda yang kita miliki, atau mungkin orang-orang di sekeliling kita. Kalau sukacita kita didasarkan pada harta yang kita miliki atau orang yang kita sayangi, maka sukacita itu bersifat sementara, karena jika harta kita hilang atau orang yang kita sayangi mengecewakan kita maka sukacita itu juga hilang).
- Sukacita yang berasal dari Allah (sukacita yang sejati hanya bisa dapatkan di dalam Kristus.
I Tes 5:6 “Bersukacitalah senantiasa” Allah telah perintahkan kita untuk selalu bersukacita dalam segala hal.
Pertanyaan yang biasa dilontarkan adalah “bagaimana saya bisa bersukacita, sementara saya sedang berada dalam keadaan krisis?” Alkitab mengajarkan walaupun dalam keadaan sukar tetaplah bersukacita. Apa mungkin? Ya, mungkin. Sebab Allah itu sumber sukacita. Kalau kita melihat firman Tuhan, kita akan menemukan tokoh-tokoh yang tetap bersukacita sekalipun hidup di tengah situasi krisis yang sangat menekan kehidupan mereka. Sebagai contoh adalah Paulus. Paulus adalah tokoh yang tidak terimbas dengan krisis sekalipun dirinya hidup di tengah situasi yang sangat krisis. Dia terkenal sebagai pribadi yang tetap bersukacita dalam penderitaannya. Surat Filipi ditulisnya ketika sedang berada dalam penjara. Menurut logika manusia, penjara bukanlah tempat yang layak untuk bersukacita, tetapi dalam surat yang ditulisnya Paulus justru tetap bersukacita. Situasi penjara yang tidak menguntungkan bukanlah alasan baginya untuk tidak mengungkapkan sukacitanya. Surat Filipi sebagai bukti otentik dari pernyataan ini. Karena itu, surat Filipi sangat terkenal dengan tema sentral “sukacita”. Dengan demikian, kesukaran dan penderitaan hidup bukanlah hal yang asing baginya, ia tidak pernah mempersalahkan Allah, tetapi Alkitab menyaksikan bahwa Paulus tetap bersukacita. Bahkan suatu kali bersama dengan rekannya Silas, di dalam penjara mereka tetap bersukacita, bernyanyi dan memuliakan Allah yang mereka percayai.
Filipi 4:4 “Bersukacitlah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!
Firman Tuhan tersebut menyatakan untuk kita dapat bersukacita senantiasa, meski terkadang ada kemarahan yang tidak kelihatan di permukaan, tapi sewaktu-waktu siap meledak, kebencian yang diam-diam merusak dan mengotori pikiran kita. Dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, Rasul Paulus mengajarkan cara “berpikir” yang lebih positif. Ia mendorong jemaat agar senantiasa bersukacita, baik hati, dan membawa segala keinginan dalam doa kepada Allah. Dorongan Paulus tentang apa yang sebaiknya kita pikirkan dapat menolong kita untuk melihat bahwa kita bisa mengenyahkan pikiran-pikiran buruk dan mengizinkan damai sejahtera Allah memelihara hati dan pikiran kita dalam Yesus (Fil 4:8). Pada saat pikiran kita dipenuhi dengan semua yang benar, mulia, adil, suci, manis, sedap didengar, penuh kebajikan, dan patut dipuji maka damai sejahtera-Nya akan memerintah dalam hati kita (Fil 4: 9). Apapun yang kita pelajari dan yang kita terima, yang kita dengar dan yang kita lihat, Tuhan perintahkan supaya kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Allah sumber damai sejahtera menyertai kita.
Doa : Ya Tuhan, Buatlah kami hanya bersukacita karena Kristus melepaskan apa yang tidak kami sadari untuk menolong kami memegang hanya FirmanMu, berjalan dalam Kebenaran dan Kesucian. Ambillah seluruh hal yang mengotori diri kami, Kemararahan, Kekecewaan, Kekuatiran, dan berhala-berhala yang kami miliki dalam Nama Tuhan Yesus. Amin.
Referensi:
Alkitab. (2014). 1 Tes 5:6. Jakarta : Lembaga Alkitab Indonesia.