IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KRISTEN DI ERA BARU

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KRISTEN DI ERA BARU

BAGIAN 2

Strategi Penanaman Nilai-nilai Kristiani di Masa

Pembelajaran Jarak Jauh dari  Rumah (PJJ-BDR)

 

Oleh: Obden Sumero Odoh S.Th., M.Pd.K

Dosen Tetap STT LETS BEKASI Prodi S.PAK

oobden@gmail.com

 

  1. PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan upaya sadar untuk mentransformasi nilai dari pendidik kepada anak dalam membangun, membina dan menumbuh kembangkan kualitas manusia yang dilakukan secara terstruktur dan berkelanjutan. Pendidikan sama tuanya dengan kesadaran manusia. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika banyak filsuf dan para pemikir sejarah yang terkemuka telah memberikan waktu dan perhatian mereka terhadap pendidikan antara lain Plato, Aristoteles, Agustinus, Alcuin, Aquinas, Erasmus, Luther, Marx, Whitehead, dan Dewey seluruhnya sudah menjadi anggota “kuil pendidikan”. Realitas ini menegaskan bahwa sesungguhnya pendidikan merupakan sebuah kebutuhan utama dan bukan pilihan, sehingga semua orang dari berbagai golongan dan segala usia wajib mengikuti pendidikan dan menjadikan pendidikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupannya dan kepentingannya yang tidak bisa ditawar. 

Oleh karena itu Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) melalui UNESCO telah mempopulerkan sebuah konsep umum tentang “Life Long Education” (Pendidikan seumur hidup) yang dibangun dengan empat pilar, yaitu learning to know (belajar mengetahui)  learning to do ​(belajar melakukan sesuatu) learning to be ​(belajar menjadi sesuatu), dan learning to live together ​(belajar hidup bersama), ​yang ​telah menjadi panduan dalam meninggikan harkat dan martabat manusia, termasuk manusia Indonesia.  Keempat​ pilar pendidikan yang dikembangkan oleh UNESCO juga sesuai dengan perintah Allah yang tertulis dalam Alkitab 2 Timotius 3:16 yang berbunyi :”.Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan mendidik orang dalam kebenaran.” Penanaman nilai-nilai Kristiani menjadi salah satu sumber pendidikan karakter dan sangat penting bagi semua orang. Anak harus dibekali dengan pendidikan yang akan membantunya mengenal siapa dirinya dan bagaimana hubungannya dengan Tuhan, sesama dan alam ciptaan serta​ mampu mempraktekkan imannya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu penguatan spiritualitas melalui nilai-nilai Kristiani harus menjadi fondasi bagi Pendidikan Kristen. Dalam penanaman nilai-nilai Kristiani terdapat ayat-ayat dalam Alkitab yang ayat pendukung antara lain :

  1. Ulangan 6:4-7. Dengarlah, hai orang Israel: Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu Esa! Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk dirumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.
  2. Mazmur 127:3-5. Sesungguhnya, anak-anak lelaki adalah milik pusaka dari pada Tuhan, dan buah kandungan adalah suatu upah. Seperti anak-anak panah ditangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda. Berbahagilah orang yang telah membuat penuh tabung panahnya dengan semua itu. Ia tidak akan mendapat malu, apabila ia berbicara dengan musuh-musuh di pintu gerbang.
  3. Amsal 22:6. Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu. 
  4. Amsal 29:17. Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketentraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita kepadamu.
  5. Matius 19:13-15. Lalu orang membawa anak-anak kepada Yesus, supaya Ia meletakkan tangan-Nya atas mereka dan mendoakan mereka: akan tetapi murid-murid-Nya memarahi orang itu. Tetapi Yesus berkata: “Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku” sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga.” Lalu Ia meletakkan tangan-Nya atas mereka dan kemudian Ia berangkat dari situ.
  6. Matius 28:18-21. Yesus mendekati mereka dan berkata: “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergi lah jadikan semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.”
  7. Markus 12:30-31. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama daripada kedua hukum itu.
  8. 2 Timotius 3:15-16. Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus. Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.

Pesan dari beberapa ayat-ayat Alkitab tersebut adalah pentingnya penanaman nilai-nilai Kristiani sejak dini agar anak-anak tidak menyimpang, tetapi menjadi anak – anak yang mengasihi Tuhan dan sesama, mau diajar, memperbaiki kelakuan dan hidup dalam kebenaran. Upaya menanamkan nilai-nilai Kristiani kepada anak ditempuh dengan berbagai perangkat kurikulum yang disesuaikan dengan usia dan tahapan perkembangan sehingga memudahkan anak memahami dan menerapkan nilai-nilai Kristiani

 

  1. STRATEGI PENANAMAN NILAI-NILAI KRISTIANI
  1. Visi, Misi dan Tujuan

“Where there is no vision the people perish”

Bila tidak ada wahyu, menjadi liarlah rakyat. Berbahgialah orang yang beregang pada hukum. Amsal 29:18.

Strategi khusus penanaman nilai-nilai Kristiani dilakukan dengan beberapa cara antara lain :

  1. Mencantumkan Nilai-Nilai Kristiani Dalam Visi, Misi dan Tujuan Lembaga.

Setiap lembaga Pendidikan Kristen tentunya memiliki visi, misi dan tujuan lembaganya sendiri. Nilai-nilai Kristiani seharusnya tercantum di dalam visi, misi dan tujuan lembaga. Adapun pencantuman nilai-nilai Kristiani dalam visi, misi dan tujuan lembaga.

Visi Pendidikan Kristen

Terwujudnya sumber daya manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai Kristiani yaitu beriman, berkarakter, berprestasi sesuai bakat, kreatif memiliki daya saing tinggi,  berwawasan kebangsaan dan global.

Misi Pendidikan Kristen

  1. Memiliki sikap spiritual dan sosial yang baik.
  2. Memiliki sikap mandiri, cerdas dan kreatif.
  3. Melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler secara optimal.
  4. Memiliki perilaku disiplin sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh lembaga.
  5. Memelihara kerjasama dan kebersamaan.
  6. Memiliki kepedulian terhadap lingkungan.
  7. Menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dan kearifan local.

Tujuan pendidikan Kristen

Berikut ini jabaran tujuan yang diuraikan dari visi dan misi yaitu:

  1. Menyiapkan peserta didik untuk terus belajar sepanjang hayat guna menguasai keterampilan hidup yang menitikberatkan kepada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik, bahasa, intelektual, sosial-emosi serta seluruh kecerdasan.
  2. Mengembangkan peserta didik sedini mungkin secara baik dan benar sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.
  3. Menumbuh kembangkan sikap spiritual, sikap sosial, pengetauan dan ketrampilan agar mampu menolong diri sendiri, yaitu mandiri dan membantu orang lain.
  4. Membentuk moral dan perilaku Kristiani dalam kehidupan sehari-hari peserta didik.
  5. Mengembangkan komunikasi dalam kemampuan berbahasa, baik bahasa daerah, nasional maupun internasional.

Usia anak-anak merupakan masa kritis bagi pembentukan karakter seseorang. Penanaman sikap dan nilai nilai Kristiani sejak usia dini merupakan kunci utama untuk membangun dan mencerdaskan bangsa. Sejak lahir sampai usia 6 tahun, otak dapat menerima dan menyerap berbagai macam informasi secara cepat sampai 80 %, sehingga apa yang distimulasikan pada anak akan ia serap dengan optimal dan akan ia terapkan dalam kehidupannya.

Pengalaman anak pada tahun pertama kehidupannya menentukan kualitas kehidupannya di masa yang akan datang. Oleh karena itu karakter anak-anak yang terbentuk sejak usia dini akan sangat menentukan karakter bangsa di kemudian hari. Karakter anak-anak akan terbentuk dengan benar jika dalam proses tumbuh kembang mereka mendapatkan kesempatan yang cukup ruang untuk mengekspresikan diri secara leluasa. Keberhasilan seseorang di masyarakat sebagian besar ditentukan oleh kecerdasan emosi sebesar 80%, dan kecerdasan kognitif sebesar 20% (Daniel Goleman). Pada usia kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia emas (golden age) terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya.

Hasil penelitian Osborn White dan Bloom menunjukkan bahwa sekitar 50% keberagaman kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia empat tahun. Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia delapan tahun, dan 20% sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. Hasil penelitian 13 faktor penunjang keberhasilan di dunia kerja tergantung dari karakter seseorang. Sejatinya pendidikan karakter ini memang sangat penting dimulai sejak dini. Sebab falsafah menanam sekarang menuai hari esok adalah sebuah proses yang harus dilakukan dalam rangka membentuk karakter anak bangsa.

  1. Prinsipprinsip Penanaman Nilai-nilai Kristiani

Penanaman sikap nilia-nilai Kristiani pada anak anak dengan menggunakan tiga prinsip yang disebut Hubungan Segitiga (T enanaman sikap dan nilai-nilai Kristiani pada anak meliputi hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan Tuhan, dan hubungan dengan lingkungan, baik manusia maupun makhluk hidup lainnya. Dalam membangun dan membentuk karakter anak, orang tua tidak hanya menerapkan konsistensi anak dalam berperilaku yang hanya dilakukan pada waktu dan keadaan tertentu saja. Akan tetapi untuk menumbuhkan dan melekatkan nilai-nilai Kristiani ini kepada anak maka orang tua harus melakukannya secara terus menerus, berkelanjutan dan berkesinambungan.

      Tentunya dalam menerapkan ini dilakukan dengan cara membimbing yang baik, pola asuh yang benar dan pendidikan yang baik yang dilakukan sejak usia dini sampai usia dewasa. Dan proses ini juga harus disesuaikan dengan perubahan usia anak, semakin dewasa anak maka pembentukan karakter semakin bertambah namun jika karakter baik sudah tertanam sejak usia dini maka dengan sendirinya anak akan mengikuti karakter yang ada dalam dirinya tersebut. Berikut tabel hubungan segi tiga.

3. Peran Orang tua Dalam Menanamkan Nilai-nilai Kristiani Pada Anak

a. Pengertian Orang Tua

     Orang tua  adalah ayah dan/atau ibu seorang anak, baik melalui hubungan biologis maupun sosial. Umumnya, orang tua memiliki peranan yang sangat penting dalam membesarkan anak, dan panggilan ibu/ayah dapat diberikan untuk perempuan/pria yang bukan orang tua kandung (biologis) dari seseorang yang mengisi peranan ini. Contohnya adalah pada orang tua angkat karena adopsi atau ibu tiri (istri ayah biologis anak) dan ayah tiri (suami ibu biologis anak). Menurut Thamrin Nasution, orang tua merupakan setiap orang yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau tugas rumah tangga yang dalam kehidupan sehari-hari disebut sebagai bapak dan ibu.

b. Tugas Orang Tua Dalam Pandangan Alkitab

Sebagai orang Kristen, ada nilai-nilai Kristiani yang perlu disampaikan orang tua kepada anak. Nilai-nilai Kristiani ini tidak hanya membantu anak bertumbuh secara rohani. Nilai- nilai Kristiani akan membantu anak menjadi pribadi yang baik dalam kehidupan sosialnya juga. Hal ini perlu disampaikan melalui peranan orang tua dalam mendidik dan menanamkan nilai-nilai Kristiani dalam kehidupan sehari-hari. Berikut beberapa peranan orang tua dalam mendidik anak menurut Alkitab.

c. Orang tua perlu mengajarkan takut akan Tuhan. Pada Amsal 1:7 tertulis : takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan.

  1. Orang tua mendidik anak tanpa amarah. Pada Efesus 6:4 tertulis : Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan. Kolose 3:21 Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya.
  2. Orang tua mengajarkan anak untuk mengasihi Tuhan. Pada Ulangan 6:5-7 tertulis : Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.
  3. Orang tua mengajarkan anak dengan disiplin. Pada Amsal 13:24 tertulis : Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya.

4. Orang tua menegahkan disiplin secara benar artinya:

a. Anak harus diperkenalkan dengan batasan-batasan hak dan kewajiban yang harus dikerjakan. Anak harus tahu mana batas-batasnya, apa yang menjadi tanggung jawabnya, dan apa yang bukan merupakan tanggung jawabnya merapikan tempat tidur dan kamar, merapikan mainan setelah bermain, belajar setiap hari.

b. Ajak anak untuk membuat batasan-batasan dalam penegakan disiplin. Pengenalan batasan merupakan dasar penegakan disiplin sehingga anak mengetahui perilaku yang seharusnya dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Anak berdoa sebelum dan sesudah tidur, tidur dan bangun tepat waktu, pergi dan pulang sekolah tepat waktu.

c. Orang tua harus memiliki dan menampilkan sikap dan perlakuan yang benar. Bila suatu saat melarang atau membolehkan tingkah laku tertentu, disaat lain ketika suatu perilaku terulang kembali, harus tetap pada sikap yang sama (tidak berubah).

Orang tua terlibat penuh dalam membangun karakter anak seperti halnya

  1. Orang tua harus menjadi contoh yang baik dan terlibat sepenuhnya dalam menanamkan kejujuran pada anak. Begitu pula jika orang tua dalam kesehariannya mempraktikkan segala sesuatunya apa yang akan ditanamkannya kepada anak. Contoh: orang tua ingin menanamkan berperilaku jujur, maka kejujuran harus tercermin dalam perilaku orang tua setiap harinya.
  2. Orangtua dapat menumbuhkan nilai-nilai Kristiani pada diri anak dalam kehidupan sehari-hari. Contoh: orang tua menumbuhkan bertutur kata yang sopan; bicara sopan kepada siapapun dan dalam keadaan apapun serta bertindak atau bersikap sopan dengan orang lain yang secara tidak langsung menunjukkan bahwa orang tua sangat menghargai semua ciptaan Tuhan.
  3. Orang tua menjadi teladan dalam hal bertanggung jawab. Orang tua memberikan teladan dalam hal bertanggung jawab kepada anak di mulai dengan kegiatan yang sederhana. Misalkan: anak setelah bermain dengan mainannya tidak langsung pergi atau dibiarkan begitu saja. Namun dirapikan kembali, disusun dan letakkan pada tempatnya. Tanggung jawab yang dicerminkan orang tua ini sangat penting agar anak merasa bahwa tanggung jawab tersebut juga merupakan kehendak Tuhan.
  4. Menjadi contoh yang baik atau teladan bagi anak. Anak cenderung meniru perilaku orang tuanya dibandingkan hanya mendengarkan kata-katanya. Itulah mengapa orang tua harus juga berperilaku sesuai dengan nilai-nilai keutamaan dalam kehidupan sehari-hari. Agar bisa menjadi contoh positif atau teladan bagi anak. Ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian orang tua, di antaranya:

 

  1. Menyadari bahwa nilai-nilai merupakan dasar segala tingkah laku dan menjadikan diri sebagai teladan utama bagi anak-anak.
  2. Menentukan nilai-nilai yang paling sesuai serta menunjukkan nilai-nilai mana yang harus diutamakan melalui kegiatan dan pengalaman sehari-hari.
  3. Menunjukkan pribadi yang ramah, positif, dan terintegrasi.
  4. Menghadapi anak dengan penuh penghargaan, cinta, dan pengertian.
  5. Meyakini akan nilai-nilai yang paling sesuai untuk dimiliki.
  6. Menciptakan pengalaman yang bernilai dan bermakna bersama anak, kemudian menanyakannya kepada anak tentang bagaimana sebaiknya harus mengambil pilihan atau keputusan.
  7. Menumbuhkan nilai-nilai Kristiani pada anak. Selain menjadi contoh positif atau teladan bagi anak, untuk menumbuhkan nilai-nilai Kristiani pada anak, orang tua perlu melakukan hal-hal berikut:
  8. Menjelaskan kepada anak yang sudah dapat berbicara, alasan penerapan nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari. Ajak anak bertukar pikiran agar orang tua dapat mengetahui pendapatnya tentang seberapa jauh ia memahami nilai-nilai moral tersebut.
  9. Menjelaskan kepada anak mengenai dampak perilaku baik positif maupun negatif yang dilakukannya. Contoh: ketika anak merapikan mainannya, orang tua dapat mengatakan ”Nak, mainannya kalau dibereskan jadi rapi dan kamu akan lebih mudah untuk menemukan mainan yang ingin kamu mainkan.” Begitu juga ketika anak melakukan kesalahan, misalnya ia memukul adiknya katakan; “Adik jadi menangis kalau kamu pukul.”
  10. Memberikan penghargaan kepada anak, seperti pujian, pelukan, ciuman, ucapan terima kasih, dan lainnya, ketika anak berperilaku positif sehingga anak terdorong untuk mengulangi perilaku positif tersebut.
  11. Membacakan dongeng atau cerita yang mengisahkan suatu perbuatan baik/positif. Gunakan bahasa sederhana yang sesuai dengan kemampuan berpikir anak agar anak dapat memahami dan menikmati isi cerita tersebut.

Peran Guru Dalam Dalam Menanamkan Nilai-nilai Kristiani Pada Anak

Jika berbicara tentang guru, jauh sebelum kata ini dipergunakan dalam dunia pendidikan, istilah guru sudah dilabelkan pada sosok Yesus dalam melakukan pemberitaan injil pada zaman Perjanjian Baru. Dalam Injil, Yesus sering disebut rabi (bahasa Aram dan Ibrani), khususnya oleh para murid (Markus 9:5; 10:51; 11:21; 14:45), yang berarti guru (Yohanes 1:38; 20:16). Memang sebutan “guru” (dalam bahasa Yunani) juga dipakai, malah lebih sering (Markus 4:38; 9:17.38; 10:17.20.35; 12:14.19.32; 13:1). Dengan sebutan itu pertama-tama diungkapkan kehormatan terhadap Yesus dan ternyata Yesus “mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat” (Markus 1:22). Akan tetapi para pengikut-Nya tetap disebut “murid”, walaupun tidak dikatakan bahwa mereka “belajar”, melainkan “mengikuti Dia”.

          Konsep Guru menurut Alkitab sama fungsinya dengan konsep guru menurut ilmu pendidikan bahwa Guru memiliki posisi strategis sebagai pelaku utama dalam menanamkan sikap kepada anak di sekolah. Guru merupakan sosok yang dapat ditiru atau menjadi idola bagi anak. Guru dapat menjadi sumber inspirasi dan motivasi anak didiknya. Sikap dan perilaku seorang guru sangat membekas dalam diri anak sehingga ucapan, karakter, dan kepribadian guru menjadi cermin bagi anak. Dengan demikian, guru memiliki tanggung jawab besar dalam menghasilkan generasi yang berkarakter, berbudaya, dan bermoral. Tugas-tugas manusiawi itu merupakan transformasi, identifikasi, dan pengertian tentang diri sendiri, yang harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan yang organis, harmonis, dan dinamis. Ada beberapa strategi yang dapat memberikan peluang dan kesempatan bagi guru untuk memainkan peranannya secara optimal dalam hal pengembangan nilai-nilai Kristiani peserta didik di sekolah, sebagai berikut :

  1. Optimalisasi peran guru dalam proses pembelajaran.

Guru tidak seharusnya menempatkan diri sebagai aktor yang dilihat dan didengar oleh anak, tetapi guru seyogyanya berperan sebagai sutradara yang mengarahkan, membimbing, dan memfasilitasi dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik dapat melakukan dan menemukan sendiri hasil belajarnya. Contohnya: Guru menunjukkan tentang Kasih yang Tuhan Yesus ajarkan melalui sikapnya yang penyayang, sabar, dan lemah lembut.

  1. Integrasi materi pendidikan karakter ke dalam pembelajaran.

Guru dituntut untuk peduli, mau dan mampu mengaitkan konsep-konsep penanaman nilai pada materi-materi pembelajaran.  Guru dituntut untuk terus menambah wawasan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan penanaman nilai, yang dapat diintegrasikan dalam proses pembelajaran. Misalnya: Guru tidak hanya terpaku kepada hal pengajaran yang monoton namun lebih kreatif dan berkembang sesuai dengan ilmu pengetahuan yang berkembang.

  1. Mengoptimalkan kegiatan pembiasaan diri yang berwawasan pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia.

Para guru lebih mengedepankan atau mengutamakan kepada kegiatan-kegiatan pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia yang kontekstual, kegiatan yang menjurus pada pengembangan kemampuan afektif dan psikomotorik. Seperti halnya pengembangan budi pekerti tentang menunjukkan pribadi yang ramah, positif, dan terintegrasi.

  1. Penciptaan lingkungan sekolah yang kondusif untuk tumbuh dan berkembangnya nilai-nilai Kristiani pada anak. Lingkungan terbukti sangat berperan penting dalam pembentukan pribadi manusia (anak), baik lingkungan fisik maupun lingkungan spiritual. Untuk itu, sekolah dan guru perlu untuk menyiapkan fasilitas-fasilitas dan melaksanakan berbagai jenis kegiatan yang mendukung kegiatan penanaman nilai-nilai Kristiani pada anak. Seperti halnya pembelajaran yang dilakukan dalam lingkungan belajar indoor dan outdoor yang dekat dengan anak, menyenangkan dan bermakna menjadi elemen penting dalam menanamkan sikap yang efektif.
  2. Menjalin kerja sama dengan orang tua, peserta didik dan masyarakat dalam pengembangan penanaman nilai-nilai Kristiani pada anak. Bentuk kerja sama yang dapat dilakukan adalah menempatkan orang tua dan masyarakat sebagai fasilitator dan narasumber dalam kegiatan-kegiatan penanaman nilai-nilai Kristiani yang dilaksanakan di sekolah. Contohnya: saat mengadakan kegiatan sekolah seperti perayaan Natal, Paskah, dsb. 
  3. Menjadi figur teladan bagi anak

Penerimaan anak terhadap materi pembelajaran yang diberikan oleh seorang  guru, sedikit banyak akan bergantung kepada penerimaan pribadi peserta  didik tersebut terhadap pribadi seorang guru. Ini suatu hal yang sangat manusiawi, dimana seseorang akan selalu berusaha untuk meniru, mencontoh apa yang disenangi dari model/figurnya tersebut. Momen seperti ini sebenarnya merupakan kesempatan bagi seorang guru, baik secara langsung maupun tidak langsung menanamkan nilai-nilai Kristiani dalam diri pribadi peserta didik. Dalam proses pembelajaran, integrasi nilai-nilai Kristiani tidak hanya dapat diintegrasikan ke dalam substansi atau materi pelajaran tetapi juga pada prosesnya.

Peran Gereja dalam menanmkan nilai-nilai Kristiani.

Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus. Matius 28:19.

John Amos Cornelius(1592-1670) menjafdi [elopor Pendidikan Kristen yang menjadi bagian palayan gereja. Melihat sejarah pendirian sekolah Kristen, banyak sekolah Kristen yang didirikan oleh gereja dan menjadi perpanjangan tangan gereja dalam menjalankan amanat agung. Gereja dan sekolah Kristen memiliki peran dan tugas inti yang berbeda dalam pelayanannya.

Tugas Gereja

    1. Berkhotbah dan pengijilan
    2. Iman Kristen
    3. Jiwa dan Roh
    4. Doktrin Kristen
    5. Belajar dari Alkitab tentang iman.

PENUTUP

Keberhasilan Pendidikan Kristen di era baru ini sangat ditentukan sinergitas semua pihak yaitu: Pemerintah sebagai pemangku kepentingan, Lembaga Pendidikan Kristen sebagai penyelenggara, didalamnya ada peran orang tua, dan guru, dan juga Gereja sebagai mitra sekolah Kristen. Oleh karena itu kemitraan adalah solusi dalam mengelola dan menjalankan Pendidikan Kristen sehingga visi, misi, dan tujuan dapat terlaksana.

__ Alkitab. Lembaga Alkitab Indonesia, Jakarta, 2012

__ Dr. Khoe Yao Tung, Menuju Sekolah Kristen Impisan Masa Kini, Andy Yogyakarta,2015

__ Kamus Bahasa Indonesia, online

__ Obden Sumero Odoh S.Th, M.Pd.K, Kurikulum Pendidikan Kristen Anak Usia Dini (PKUD), Kementrian Agama Kristen RI, Jakarta, Desember 2020

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Please Contact STT LETS...!